BAGAIMANA MENGEMAS HIDUP
Bagi sebagian orang pemasaran identik dengan sales/tenaga penjual. Apabila mendengar kata pemasaran, pikiran langsung melayang pada sosok sales, membawa barang dagangan di kanan kiri motor, menawarkan produk sana sini, dikejar-kejar target,wuah, pasti dalam hati langsung berkata “No!!!!masa sekolah tinggi-tinggi hanya jadi sales”. Hal ini didukung dengan para orang tua yang menanamkan bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak-anak mereka nantinya sebagai bekal menjadi orang kantoran, duduk di belakang meja, ruangan ber-ac plus gaji gede. Wuah, impian semua orang kalau memang harapan tersebut bisa semuanya terkabul. Tapi ??benarkah kenyataan itu dirasakan. Banyak sekali keluhan-keluhan yang mampir di telinga penulis. “Pekerjaan hanya di kantor, ruangan ac tapi kenapa gak bosan-bosannya aku dihinggapi rasa cemas ??” seorang teman datang sambil mengeluh. “ Perlu refreshing, mungkin bisa membuatmu tenang!!” saran saya. “Sama saja, lagian mana ada waktu buat refreshing toh sepulang dari refreshing juga kayak gini lagi”. Senyum dan doa semoga kawan saya tersebut menemukan solusi yang tepat bagi dirinya sendiri. Sedikit kejam mungkin sebagai kawan saya tidak membantu apa-apa, sekedar saran refreshing semua orang pasti bisa. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa saya berharap kawan saya menemukan solusi yang tepat bagi dirinya sendiri merupakan hal yang paling tidak mudah. Tapi itu adalah kunci dari semua yaitu DIRI SENDIRI.
Coba kita renungkan. Saat kita bayi, bukankah belajar tengkurap adalah kemauan kita sendiri karena ingin punya variasi gerak selain telentang sambil terkekeh kekeh apabila ayah dan ibu menggoda dengan mainan kesukaan kita. Kemudian ketika kita belajar berjalan, itu juga kemauan kita sendiri. Mulai dari berpegangan pada tepian meja lalu berdiri kemudian berjalan, tiba-tiba Gubrakk!!ibu menjerit. Tapi kita tetap pantang menyerah, terus dan terus belajar hingga bisa berlari menikmati luasnya dunia ini. Masih banyak lagi hal-hal yang seringkali tidak kita sadari telah kita lakukan hingga saat ini. Saya rasa tentang diri sendiri cukup anda sendiri yang bisa memahami. Ada baiknya kita kembali ke topik pemasaran. Ternyata sebagian besar hidup kita, terdiri atas peristiwa yang berkaitan dengan pemasaran. Entah anda setuju atau tidak sebagai contoh kawan saya tadi, dia menjual kemampuan dan ilmu pengetahuannya untuk pekerjaan di kantor, ruangan ber-ac, gaji gede bahkan menjual waktu refreshingnya demi mendapatkan satu kata cemas. Kadang saya sendiri juga bingung, kalau dikategorikan sukses, saya bukan orang sukses. Kalau dikategorikan sebagai penulis, saya cuma iseng-iseng saja di waktu longgar. Tapi apakah saya juga harus kejam pada hidup saya, haruskah saya menjual hidup dan hanya mendapatkan kecemasan. Anda mungkin juga sependapat dengan saya, semoga.Kalau begitu dalam keseharian kita jadi pemasar??jadi sales dong??kalau saya jawab bukan,jelas saya pembohong publik dan saya tidak mau jadi pembohong yang menjual rayuan. Pasti anda berkata dalam hati, menjual lagi, menjual lagi. Apa benar sehari-hari menjadi sales bagi diri kita sendiri ?? Mungkin itu jawaban yang lebih bijak buat kita semua sehingga pandangan tentang pemasaran tidak lagi mengarah hanya pada sales (tenaga penjual) tapi lebih kepada aplikasi dalam kehidupan yang lebih luas cakupannya.
Bukan penulis ingin memberikan pledoi terhadap pemasaran tetapi apa yang dibahas di atas hanya untuk membukakan cakrawala tentang pemasaran sehingga nantinya kita tidak lagi menjual hidup kita pada hal-hal yang tidak perlu bahkan mungkin merusak diri kita sendiri.
Penulis memberi judul artikel ini HOW to PACKAGE (Bagaimana Mengemas) sehingga kita bisa mengatur hidup lebih bermakna bukan sekedar kemas jual. Semua orang bisa mengemas tapi mengemas yang berkualitas belum tentu semua orang mampu.
Dengan sudut pandang/cakrawala yang telah terbuka luas kita dapat meraba-raba hidup kita mulai dari bangun tidur, beraktivitas sampai dengan tidur lagi. Percaya atau tidak dalam rangkaian satu hari beraktivitas anda dan saya banyak melakukan kegiatan mengemas dan tentunya menjual. Sebagai contoh saat bangun tidur kemudian mandi dan berganti baju, ini adalah contoh sederhana yang menjadi rutinitas kita sehari-hari. Kegiatan sesederhana itu kita lakukan bukan tanpa tujuan, salah satunya agar kita tampak menarik. Usaha untuk tampak menarik adalah cara kita mengemas diri kita sehingga apabila nanti berkomunikasi dengan kawan atau orang-orang sepanjang perjalanan kita tampil penuh percaya diri tanpa rasa cemas. Lagi-lagi kata cemas, tapi jujur bila mengakui lebih sering hidup kita, kita jual pada kecemasan. Dengan kegiatan mengemas kita tampil percaya diri. Mengemas sendiri mendapatkan percaya diri. Simpel dan tidak ada kata-kata cemas di sana. Bukankah itu lebih baik. Secara sederhana memang gampang diuraikan tapi hidup kan bukan sekedar mandi, dandan terus pergi aktivitas ? mungkin itu yang menjadi pertanyaan anda. Tanpa perlu melotot, daripada bola mata mencolot. Coba kita cermati, bukankah dengan hal sesederhana itu kita bisa menikmati aktivitas kita. Bukankah dengan berdandan kita tampil percaya diri bahkan bila di kaca sering kita merasa paling tampan/cantik (bila di kaca). Itu baru yang sederhana untuk aktivitas biasa, bagaimana jika kita tiba-tiba mendapatkan kesempatan bertemu dengan Bapak Presiden. Pasti heboh luar biasa.
Ternyata kunci mengemas hidup adalah hal-hal kecil yang kita lakukan untuk diri kita sendiri dalam menghadapi kehidupan, seperti yang saya utarakan berupa doa untuk kawan saya tadi. How to Package your life, It’s all about yours. Bagaimana mengemas hidup anda, semuanya tergantung anda sendiri. Pilihannya mau menjual hanya kepada kecemasan atau pada percaya diri yang anda mulai dari diri sendiri. Saya hanya mengingatkan hal yang besar akan tiba jika anda mampu mengemas sendiri hal yang kecil dengan kualitas nomor 1, dipadu dengan rasa syukur kepada Tuhan menjadikan semuanya luar biasa. salam.
APA KAMU BISA SEPERTI YANG KAU INGINKAN ????
Dulu, Dulu banget… saat saya baru duduk di bangku kelas 1 SMU, ada sebuah audisi untuk sebuah majalah sekolah, tentunya di sekolah yang baru saya duduki bangkunya tadi. Karena saya suka nekat dan ingin mencari suatu kegiatan baru (selain main gitar dirumah selepas pulang sekolah), saya putuskan untuk ambil bagian didalamnya. Layaknya remaja pada umumnya, semangat saya sangat menggebu-gebu saat itu, langsung saja tawaran itu saya jawab dengan jari telunjuk mengacung keatas, “Saya mau!” dan saat itu saya orang pertama dikelas yang mengajukan diri.
Tak selang beberapa lama, Guru Bahasa Indonesia dengan senyum kecut nya, menunda pencatatan diri saya di daftar calon anggota majalah sekolah itu. Hal yang paling mendasar dan mungkin bisa diterima, adalah syaratnya yang sangat eksklusif, ‘Calon Peserta Adalah Siswa Rangking 1 dan 2, atau Memiliki Danem Tinggi’, sontak saya terkejut sembari menahan malu, karena kenyataanya, saya sama sekali tidak masuk kategori.
Tak selang beberapa lama, Guru Bahasa Indonesia dengan senyum kecut nya, menunda pencatatan diri saya di daftar calon anggota majalah sekolah itu. Hal yang paling mendasar dan mungkin bisa diterima, adalah syaratnya yang sangat eksklusif, ‘Calon Peserta Adalah Siswa Rangking 1 dan 2, atau Memiliki Danem Tinggi’, sontak saya terkejut sembari menahan malu, karena kenyataanya, saya sama sekali tidak masuk kategori.
Guru itu lantas mencari kandidat baru, dengan alasan, saya adalah cadangan jika tidak ada lagi calon dikelas itu. Tindakan itu adalah cambuk buat saya, sehina itukah saya?se elegan itukah majalah sekolah? Karena tidak satupun mau, keputusan pun jatuh pada saya dan seorang lagi siswi cantik dengan nilai tinggi. “Okky, apa kamu bisa?kamu goblok gitu,” oloknya didepan 50 siswa. Dengan santai saya jawab, “Orang tua saya tidak pernah meragukan saya saat saya belajar jalan, jadi kenapa saya harus ragu?” jawab saya tegas.
‘Pertempuran’ pun dimulai, satu tahun pertama, saat itu masih anggota junior, saya berhasil mengumpulkan artikel saya jauh sebelum tanggal deadline, satu tahun kedua, saya berhasil dipilih mnenjadi ketua baru, atau bahasa keren-nya, Pimpinan Redaksi. Sejumlah perubahan saya lakukan, mulai penggunaan bahasa baku, rekrutmen yang tidak lagi mementingkan nilai, pengakuan kemampuan personal, hingga look majalah yang baru. Saya berhasil melampaui siswi cantik dengan nilai terbaik itu.
Prestasi Jurnalis SMA Terbaik, berhasil saya raih, dan kepercayaan teman-teman, guru, kepala sekolah, hingga guru pematah semangat tersebut, beralih pada saya, siswa bodoh dan bahan olokan.
Lepas dari pendidikan Putih Abu-abu tersebut, selang beberapa tahun tentunya, saya putuskan untuk meneruskan hobi saya sebagai Jurnalis dengan melamar sebagai wartawan di media lokal. Dengan semangat olokan dulu, saya berhasil menjadi Koordinator Liputan, Redaktur, hingga Humas dalam 2 tahun masa kerja saya.
Bukan Prestasinya yang menjadi inti tulisan ini, tapi saya berhasil menaklukan momok ejekan yang selalu menjadi ganjalan selama ini. Guru pematah semangat itu sekarang berbalik malu saat melihat saya di reuni sekolah. Tapi tanpa saya sadari, Guru itu sudah berubah menjadi Guru Pembakar Semangat saya. Saya peluk dia, dan saya katakan, “Terima kasih atas ejekan ibu dulu.”
Hari ini saya megajak anda untuk melakukan apa yang ingin anda lakukan. Sekecil apapun itu, serendah apapun diri anda, jika kemauan itu dapat merubah hidup anda menjadi lebih baik, Lakukanlah!
Jadikan ejekan, hinaan, dan hambatan sebagai batu lompatan. Niat anda lebih berharga dari sebuah angka akademis, prestasi nilai, taraf hidup, kekurangan fisik, minoritas suku, dan apapun yang membuat anda berbeda dengan lingkungan anda.
Hidup kita mahal, karena pembuatnya adalah maestro terhebat, Ilmuan dari segala ilmuan, dan tidak ada yang boleh merendahkan anda didunia ini, karena Tuhan menciptakan anda dengan Sempurna.
Salam Damai,
Stevanus Okky
http://jadikopi.blogspot.com/
PANDANGAN HIDUP DAN OPTIMISME
Sahabat, cara pandang hidup akan mempengaruhi masa depan seseorang. Karena cara pandang hidup inilah yang akan menjadi cara hidup. Dari cara hidup, akan menentukan cara bersikap. Dan dengan sikap, orang akan menemukan takdirnya. Tidak semua takdir telah tertulis, ada sebagian takdir yang dalam genggaman orang itu sendiri. Selamat membaca cerita motivasi di bawah ini
Seorang ibu menyuruh seorang anaknya membeli sebotol penuh minyak. Ia memberikan sebuah botol kosong dan uang sepuluh rupee. Kemudian anak itu pergi membeli apa yang diperintahkan ibunya. Dalam perjalanan pulang, ia terjatuh. Minyak yang ada di dalam botol itu tumpah hingga separuh. Ketika mengetahui botolnya kosong separuh, ia menemui ibunya dengan menangis, “Ooo… saya kehilangan minyak setengah botol! Saya kehilangan minyak setengah botol!” Ia sangat bersedih hati dan tidak bahagia. Tampaknya ia memandang kejadian itu secara negatif dan bersikap pesimis.
Kemudian, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee lagi. Kemudian anaknya pergi. Dalam perjalanan pulang, ia juga terjatuh. Dan separuh minyaknya tumpah. Ia memungut botol dan mendapati minyaknya tinggal separuh. Ia pulang dengan wajah berbahagia. Ia berkata pada ibunya, “Ooo… ibu saya tadi terjatuh. Botol ini pun terjatuh dan minyaknya tumpah. Bisa saja botol itu pecah dan minyaknya tumpah semua. Tapi, lihat, saya berhasil menyelamatkan separuh minyak.” Anak itu tidak bersedih hati, malah ia tampak berbahagia. Anak ini tampak bersikap optimis atas kejadian yang menimpanya.
Sekali lagi, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee. Anaknya yang ketiga pergi membeli minyak. Sekali lagi, anak itu terjatuh dan minyaknya tumpah. Ia memungut botol yang berisi minyak separuh dan mendatangi ibunya dengan sangat bahagia. Ia berkata, “Ibu, saya menyelamatkan separuh minyak.”
Tapi anaknya yang ketiga ini bukan hanya seorang anak yang optimis. Ia juga seorang anak yang realistis. Dia memahami bahwa separuh minyak telah tumpah, dan separuh minyak bisa diselamatkan. Maka dengan mantap ia berkata pada ibunya, “Ibu, aku akan pergi ke pasar untuk bekerja keras sepanjang hari agar bisa mendapatkan lima rupee untuk membeli minyak setengah botol yang tumpah. Sore nanti saya akan memenuhi botol itu.”
Kita bisa memandang hidup dengan kacamata buram, atau dengan kacamata yang terang. Namun, semua itu tidak bermanfaat jika kita tidak bersikap realistis dan mewujudkannya dalam bentuk KERJA.